KEBUDAYAAN
BATIK INDONESIA
A.Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan sebagai ”kultur” dalam bahasa Indonesia.
Definisi Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya tebentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.
Budaya juga dapat diartikan sebagai
suatu pola hidup menyeluruh , budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku
orang lain.
Kebudayaan Indonesia bisa diartikan
seluruh ciri khas suatu daerah yang ada sebelum terbentuknya nasional
indonesia, yang termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh kebudayaan
lokal dari seluruh ragam suku-suku di Indonesia.
2.
Rumusan Masalah
Salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan di Indonesia adalah batik.
Sejak Malaysia pernah mengklaim bahwa batik berasal dari Malaysia, barulah
bangsa Indonesia tersadar dari mimpinya bahwa batik harus segera dilestarikan
kembali keberadaannya. Dan sejak saat itu banyak motif batik bermunculan
kembali bahkan sudah menjadi tren kalau batik merupakan pakaian khas bangsa
Indonesia. Bahkan oleh UNESCO telah ditetapkan bahwa batik sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2 Oktober 2009.
Apa itu batik, mengapa batik harus
dilestarikan dan bagaimana batik bisa menjadi suatu kebudayaan yang ada di
Indonesia akan dibahas satu persatu dalam makalah ini.
3.
Tujuan
Kamian makalah ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan tentang kebudayaan, terutama tentang sejarah batik tradisional
Indonesia, mengetahui jenis-jenis batik berdasarkan gologannya masing-masing
dan mengetahui cara pembuatan batik tulis. Serta diharapkan agar warga
indonesia mencintai dan melestarikan kebudayaan batik. Sehingga batik yang ada
diIndonesia terus berkembang dan diakui keberadaannya di seluruh dunia.
B.Pembahasan
1. Pengertian Batik
Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan berkembang
hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat
Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal abad
XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap
dikenal baru setelah usai Perang Dunia I atau sekitar 1920. Kini batik sudah
menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Batik adalah salah satu cara
pembuatan bahan kain. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik
pewarnaan kain dengan menggunakan malam, teknik ini adalah salah satu bentuk
seni kuno yang berguna untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literature Internasional, teknik ini dikenal
sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang
dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang
memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi,
serta pengembangan motif dan budaya yang terkait.
Batik juga
termasuk jenis kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.
Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam
membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik
adalah pekerjaan eksklusif bagi kaum perempuan. Semenjak industrialisasi dan
globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul,
dikenal sebagai “Batik Cap dan Batik Cetak”, yang memungkinkan masuknya
laki-laki ke dalam bidang ini. Pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik
pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega
Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim
bagi kaum lelaki. Sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik
tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Tradisi membatik
pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu
motif dapat dikenal berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik
dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif
batik tradisonal hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
2.
Sejarah Batik indonesia
Sejarah batik yang tepat tidak dapat
dipastikan tetapi artifak batik berusia lebih 2000 tahun pernah ditemui. Dari
manapun asalnya, hasil seni ini telah menjadi warisan peradaban dunia. Jenis
corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya
sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khas
budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai
corak dan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.
Pemakaian batik dalam busana tradisi
mempunyai sejarah yang lama berlangsung dari zaman awal tamadun Melayu. Dipakai
oleh semua golongan, dari raja ke bangsawan sampai rakyat jelata, batik
menzahirkan dirinya sebagai seni asli yang praktikal dan popular. Dalam tradisi
kamian kain cindai misalnya disebut dalam banyak hikayat-hikayat silam. Batik
menjadi hadiah perpisahan dan perlambangan cinta dalam hikayat Malim Demam dan
dijadikan tanda penganugerahan derajat dalam Hikayat Hang Tua.
3.
Perkembangan Batik Di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia
berkaitan dengan perkembangan kerajaan majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam
beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan
Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian
gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga
raja-raja Indonesia zaman dahulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam
kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton,
maka kesenian batik ini dibawah oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan
ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya, kesenian batik
ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik
yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang
digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu
adalah hasil tenunan sendiri. Sedangkan bahan-bahan pewarna yang dipakai
terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain :
pohon mengkudu, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta
garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik di Indonesia
telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga
kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik
rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau
awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal
abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar
tahun 1920. Kini batik sudah
menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
4.
Motif Batik Indonesia
Ragam corak dan warna Batik
dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak
dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh di pakai oleh kalangan
tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para
pedagang asing dan juga para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah
dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Batik
tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam
upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan
masing-masing.
Corak
dan motif batik Indonesia sendiri sangat banyak, ada yang merupakan motif asli
dari nenek moyang bangsa kita dan ada juga yang merupakan akulturasi dengan
bangsa lain.
Batik Kraton awal mula dari semua jenis batik yang berkembang di
Indonesia. Motifnya mengandung makna filosofi hidup. Batik-batik ini
dibuat oleh para putri kraton dan juga pembatik-pembatik ahli yang hidup di
lingkungan kraton. Pada dasarnya motifnya terlarang untuk digunakan oleh orang
“biasa” seperti motif Parang Barong, Parang Rusak termasuk Udan Liris, dan
beberapa motif lainnya.
2.
Batik Sudagaran
Motif larangan dari
kalangan keraton merangsang seniman dari kaum saudagar untuk menciptakan motif
baru yang sesuai selera masyarakat saudagar. Mereka juga mengubah motif
larangan sehingga motif tersebut dapat dipakai masyarakat umum. Desain batik
Sudagaran umumnya terkesan “berani” dalam pemilihan bentuk, stilisasi atas
benda-benda alam atau satwa, maupun kombinasi warna yang didominasi warna soga
dan biru tua. Batik Sudagaran menyajikan kualitas dalam proses pengerjaan serta
kerumitan dalam menyajikan ragam hias yang baru. Pencipta batik Sudagaran
mengubah batik keraton dengan isen-isen yang rumit dan mengisinya dengan cecek
(bintik) sehingga tercipta batik yang amat indah.
Batik yang dibuat
sebagai selingan kegiatan ibu rumah tangga di rumah di kala tidak pergi ke
sawah atau saat waktu senggang. Biasanya batik ini kasar dan kagok serta tidak
halus. Motifnya turun temurun sesuai daerah masing-masing dan batik ini
dikerjakan secara tidak profesional karena hanya sebagai sambilan. Untuk pewarnaan
pun diikutkan ke saudagar.
4.
Batik
Belanda
Warga
keturunan Belanda banyak yang tertarik dengan batik Indonesia. Mereka membuat
motif sendiri yang disukai bangsa Eropa. Motifnya berupa bunga-bunga Eropa,
seperti tulip dan motif tokoh-tokoh cerita dongeng terkenal di sana.
5.
Batik Cina/Pecinan
Batik Cina merupakan akulturasi budaya antara perantau dari Cina dengan
budaya lokal Indonesia. Ciri khas batik ini warnanya variatif dan cerah, dalam
satu kain menampilkan banyak warna. Motifnya banyak mengandung unsur budaya
Cina seperti motif burung hong (merak) dan naga. Pola batiknya lebih rumit dan
halus.
6.
Batik Jawa Hokokai
Pada masa
penjajahan Jepang di pesisir Utara Jawa lahir ragam batik tulis yang disebut
batik Hokokai. Motif dominan adalah bunga seperti bunga sakura dan krisan.
Hampir semua batik Jawa Hokokai memakai latar belakang (isen-isen)
yang sangat detail seperti motif parang dan kawung di bagian tengah dan
tepiannya masih diisi lagi, misalnya motif bunga padi.
5.
Upaya Melestarikan
Batik
- Dari segi pendidikan
Kami menyarankan kepada pemerintah
melalui Depdiknas untuk mewajibkan mata pelajaran membatik kepada siswa SMK di
daerah-daerah sentra utama pengrajin batik, yaitu Yogyakarta, Solo, dan
Semarang (Joglosemar), dan Pekalongan. Manfaat yang diperoleh dari aktivitas
ini antara lain adalah siswa SMK secara langsung ikut terlibat dalam proses
pembuatan hingga akhinya menjadi produk final (batik), sekaligus terjadi proses
penanaman pelestarian batik pada generasi muda SMK Indonesia. Selain itu,
keuntungan lain yang diperoleh para siswa adalah mereka dapat menambah uang
saku untuk membiayai pendidikan mereka, atau untuk memenuhi kebutuhan mereka
lainnya. Agar hasil produk batik yang dibuat oleh para siswa menjadi bagus dan
bernilai komersial, Depdiknas setempat dapat merekrut tenaga pengajar lokal
yang memiliki keahlian tinggi dalam membatik, misalnya, pembatik lokal di satu
sisi. Di sisi lain, untuk tenaga pengajar formal, hal ini dapat diperoleh dari
para lulusan minimal setingkat D3 yang mendalami seni dan kriya pada aras
universitas. Dampak jangka panjang dari kegitan ini adalah selain kesinambungan
produksi batik terjaga kontinuitasnya, juga dia menjadi salah satu sektor
penghasil tenaga kerja terampil (pembatik) untuk para siswa SMK. Harapannya
setelah para siswa lulus, bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke level
universitas, mereka dapat menjadi pembatik yang terampil tanpa harus mereka
menjalani pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi.
Jika dikaitkan dengan usaha pengembangan, pencintaan dan pelestarian batik pada generasi muda sekarang dan mendatang, kegiatan ini sangat mengena pada mereka. Penyebabnya adalah mereka telah dilibatkan dalam proses produksi hingga menjadi produk akhir berupa kain batik. Aktivitas tersebut tentunya sangat membekas mendalam untuk mereka karena mereka menjalani proses antara teori dan praktek yang berjalan bersamaan. Serupa dengan kegiatan ini, misalnya, untuk wilayah Sumatera Utara, Depdiknas setempat dapat menerapkan konsep yang sama untuk produksi kain Ulos, yaitu salah satu kain khas yang dibuat oleh suku Batak. Untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia, konsep tersebut juga dapat diterapkan untuk para siswa SMK.
Jika dikaitkan dengan usaha pengembangan, pencintaan dan pelestarian batik pada generasi muda sekarang dan mendatang, kegiatan ini sangat mengena pada mereka. Penyebabnya adalah mereka telah dilibatkan dalam proses produksi hingga menjadi produk akhir berupa kain batik. Aktivitas tersebut tentunya sangat membekas mendalam untuk mereka karena mereka menjalani proses antara teori dan praktek yang berjalan bersamaan. Serupa dengan kegiatan ini, misalnya, untuk wilayah Sumatera Utara, Depdiknas setempat dapat menerapkan konsep yang sama untuk produksi kain Ulos, yaitu salah satu kain khas yang dibuat oleh suku Batak. Untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia, konsep tersebut juga dapat diterapkan untuk para siswa SMK.
- Dari segi ekonomi
Setelah berlangsung proses produksi, maka unsur pemasaran memegang peranan penting dalam upaya menjual produk batik ke konsumen. Menurut kami, kita perlu membuat suatu slogan (tagline) yang membuat para konsumen (dari muda hingga tua) untuk selalu mengingat dan lebih tertarik menggunakan batik. Slogan itu, misalnya, “Batik is Indonesia.” Dipilih dalam bahasa Inggris karena dia adalah bahasa terbanyak yang digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia, dan orang Indonesia sendiri pun secara garis besar mudah memahami slogan ini.
Adapun ide pembuatan slogan ini diilhami oleh perusahaan Coca-Cola yang sukses mengkampanyekan produknya ke seluruh dunia melalui slogan : Always Coca-Cola. Slogan ini singkat, tetapi dia memiliki efek kuat di benak konsumen. Hal yang sama diharapkan juga terwujud melalui slogan : “Batik is Indonesia.” Selain slogan ini ingin meraih simpati konsumen seluas mungkin, dia juga mengingatkan kepada semua orang baik dalam negeri maupun luar negeri. Bagi orang dalam negeri (Indonesia), slogan ini memberikan efek untuk membuat kita tahu dan lebih mencintai produk buatan sendiri, sedangkan bagi orang luar negeri, mereka akan tahu bahwa batik berasal dari Indonesia (suku bangsa Jawa, khususnya), dan bukan dari negara lain yang mengklaim dirinya sebagai pencipta batik. Alasan terakhir ini menjadi sangat penting karena pada era globalisasi sekarang dan mendatang, masalah asal-usul produk sangatlah penting karena dia menyangkut isu Hak atas Kekayaan Intelektual (HakI). Tentunya, kita tidak ingin hasil karya asli bangsa kita diakui melalui hak paten oleh negara lain. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan program yang baik, ringkas, sederhana, murah dan terukur kepastian ongkosnya (transparan) serta cepat dalam pembuatan hak paten batik di Dirjen HakI. Sayangnya hingga sekarang, kita cukup sering mendengar bahwa biaya untuk pengurusan hak paten tidaklah murah, sehingga hal itu memberatkan pengaju hak paten yang terutama kebanyakan adalah pengusaha UMKM seperti pengrajin batik. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar Dirjen HakI dapat melakukan langkah terobosan sehubungan dengan permasalahan ini. Terobosan itu, misalnya, dibuat adanya mekanisme pengangsuran (kredit) dari Dirjen HakI untuk para pengaju hak paten produk batik, sehingga hal itu akan menimbulkan kesan seolah-olah biaya hak paten suatu produk (batik) menjadi lebih murah.
Selain paparan di atas, pemasaran juga berhubungan erat dengan produksi dan sasaran pengguna (konsumen) dari suatu produk. Bila dipilah, produk batik itu dapat digolongkan untuk konsumen berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi. Oleh karena itu, semua upaya produksi, pengembangan, pencintaan, dan pelestarian produk batik haruslah dilakukan dengan menyasar pada ketiga kelompok konsumen tersebut.
Untuk kelompok pertama dan ke dua, bisa jadi terbanyak konsumennya adalah anak-anak muda yang belum memiliki penghasilan sendiri, tetapi mereka sangat memperhatikan tampilan warna, model, dan harga jual. Oleh karena itu, untuk konsumen pada kedua kategori ini, produk yang dihasilkan haruslah memperhatikan unsur model, warna, dan harga jual. Menurut kami, di dunia nyata, langkah yang ditempuh Batik Danar Hadi, misalnya, adalah sudah cukup baik. Dikatakan cukup baik, karena perusahaan ini menjual produknya untuk sasaran konsumen berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi yang mana masing-masing produk batik untuk ketiga kelompok konsumen tersebut adalah berkualitas baik. Indikatornya antara lain adalah warna batik untuk produknya tidak cepat luntur/pudar, mengikuti tren anak muda yang dinamis, yang mana kelompok ini menginginkan warna-warna cerah dan potongan/model batik yang segar/menarik, serta harga jual yang terjangkau (kompetitif). Khusus untuk konsumen berpendapatan tinggi, kelompok ini umumnya menginginkan produk batik tulis tangan yang tidak diproduksi secara masif. Strategi pemasaran yang dapat dilakukan untuk konsumen ini adalah menjaga kepercayaan mereka akan kualitas yang tinggi untuk setiap batik tulis yang dihasilkan oleh pembatik (perusahaan yang berusaha di bidang batik). Selain itu, untuk mendapatkan lebih luas lagi para konsumen di segmen ini, perusahaan batik dapat melakukan pameran atau workshop di dalam dan luar negeri.
Untuk pangsa pasar konsumen berpendapatan rendah dan menengah, strategi pemasaran yang dapat dilakukan, misalnya, adalah penjualan batik melalui distro-distro, melalui koperasi mahasiswa (Kopma), koperasi-koperasi sekolah, pasar-pasar tradisional, dan pasar-pasar modern dengan memperhatikan unsur model, warna-warna yang cerah dan berani, serta harga jual yang kompetitif, dan disertai dengan mutu batik yang baik.
- Dari segi lingkungan hidup
Di era sekarang dan mendatang, isu lingkungan hidup menjadi krusial. Apa kaitannya antara lingkungan hidup dengan batik? Kami beranggapan hubungan antara keduanya erat.
Dalam proses membatik, dia terkadang memerlukan campuran kimia warna tertentu untuk dapat menghasilkan produk akhir (batik). Selama proses membatik itu, faktor bahan-bahan yang digunakan dalam membatik seperti warna, haruslah bahan-bahan yang aman bagi manusia, dan tidak membahayakan lingkungan hidup. Untuk yang terakhir, kita harus memastikan adanya sistem pengelolaan limbah yang ramah lingkungan hidup bagi perusahaan-perusahaan batik skala menengah dan besar. Adapun untuk perusahaan skala kecil, edukasi kepada para pengusaha atau pembatik mengenai bahan-bahan yang aman untuk diproduksi dalam pembuatan batik perlu dilakukan. Akan lebih baik lagi, bila mereka ini tetap menggunakan bahan-bahan alami dalam membatik sehingga resiko pencemaran lingkungan hidup menjadi lebih kecil. Bila kita dapat menjalankan dengan baik semua proses ini, kita memperoleh manfaat darinya seperti berkesinambungannya proses produksi batik yang aman terhadap lingkungan hidup, dan menaikkan citra batik Indonesia di hadapan orang luar negeri. Alasan yang terakhir ini karena pada umumnya orang-orang asing (dari Eropa terutama), mereka sangat peduli terhadap suatu produk yang dihasilkan dari proses yang aman /ramah terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan kedua alasan ini, kita harus peduli untuk mewujudkan produk batik Indonesia yang aman terhadap lingkungan hidup (batik is a green product).
Berdasarkan paparan sebelumnya. Secara singkat, telah dibahas dari segi pendidikan, ekonomi, dan lingkungan hidup. Kami berkeyakinan bahwa bila ketiga segi atau unsur di atas dilakukan secara bersamaan dan tetap oleh kita semua, maka upaya kita untuk lebih mencintai, mengembangkan, dan melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia akan berhasil di dalam negeri, dan dia juga akan berdampak positif pada citra batik Indonesia di mata orang-orang non-Indonesia (asing), baik dalam jangka pendek maupun panjang.
C.Penutup
1.
Simpulan
Kesimpulan yang
bisa kita ambil dari banyak kasus klaim kebudayaan Indonesia dan penghargaan
dari UNESCO adalah bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara
budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kalinya.
Akhirnya dunia mengakui
batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh bangsa
Indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu akan
disampaikan secara resmi oleh United Nations Educational, Scientific, and
Culture Organization (UNESCO). Pengakuan dilakukan pada 28 September 2009 dan
penghargaan resmi pada hari ini (2 Oktober) di Abu Dhabi.
Pengakuan UNESCO itu diberikan
terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna
filosofi mendalam. Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat
Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi
dan melestarikan warisan budaya itu secara turun-menurun.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap
Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga negara Indonesia
untuk memulai memakai batik pada hari ini. Semoga ini menjadi awal yang baik,
untuk selalu nguri-uri kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata terlambat untuk
memulai sesuatu yang baik.
Setelah proses pengakuan ini apa yang
harus dilakukan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia selaku pemilik sah batik?
Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak cara yang bisa kita lakukan
sekaligus mempromosikan batik secara continue,
dengan memakai batik sebagai busana kita sehari-hari. Disamping untuk
menghidupkan industri batik secara tidak langsung, kita ikut menjaga kebudayaan
Indonesia.
- Saran
Agar warna batik berbahan sutra dan
serat tidak cepat pudar, awet dan tetap tampak indah. Mencuci kain batik dengan
menggunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu shampo hingga tak ada lagi
bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan.
Anda juga bisa menggunakan sabun
pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran. Pada saat mencuci batik
jangan digosok. Jangan pakai deterjen. Kalau batik tidak kotor cukup dicuci
dengan air hangat. Sedangkan, kalau kotor, misalnya terkena noda makanan, bisa
dihilangkan dengan sabun mandi atau bila kotor sekali, seperti terkena buangan
knalpot, noda bisa dihilangkan dengan kulit jeruk dengan mengusapkan sabun atau
kulit jeruk pada bagian yang kotor.
Sebaiknya Anda juga tidak menjemur
kain batik di bawah sinar matahari langsung (tempat teduh). Kain batik jangan
dicuci dengan menggunakan mesin cuci. Tak perlu memeras kain batik sebelum
menjemurnya. Namun, pada saat menjemur, bagian tepi kain agak ditarik
pelan-pelan supaya serat yang terlipat kembali seperti semula.
Sebaiknya hindari penyeterikaan.
Kalaupun terlalu kusut, semprotkan air di atas kain kemudian letakkan sebuah
alas kain di bagian atas batik itu baru diseterika. Jadi, yang diseterika adalah kain lain yang ditaruh
di atas kain batik.
Disarankan untuk
menyimpan batik dalam plastik agar tidak dimakan ngengat. Jangan diberi kapur
barus, karena zat padat ini terlalu keras sehingga bisa merusak batik.
Sebaiknya, almari tempat menyimpan batik diberi merica yang dibungkus dengan
tisu untuk mengusir ngengat. Alternatif lain menggunakan akar wangi yang
sebelumnya dicelup dulu ke dalam air panas, kemudian dijemur, lalu dicelup
sekali lagi ke dalam air panas dan dijemur. Setelah akar wangi kering, baru
digunakan.
Anda sebaiknya
juga tidak menyemprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain atau pakaian
berbahan batik sutera berpewarna alami.
Bila Anda ingin memberi pewangi dan
pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan langsung pada kainnya.
Sebelumnya, tuttupi dulu kain dengan koran, baru semprotkan cairan pewangi dan
pelembut kain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Mulyana, Deddy. 2006. Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sumber Pendukung:
Ø www.wikipedia.com
Ø www.google.com
Ø www.yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar